MAKALAH
“TRANSFORMASI
PERKADERAN : UPAYA MEMBANGUN KUALITAS KADER SERTA OPTIMALISASI PERAN HMI”
Disusun Oleh :
MASWIJAYA
SISWA RAKHMAN
BAB
I
PEMDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang.
Tanggal 5 Februari tahun ini, HMI genap
berusia 55 tahun. Usia yang cukup tua, dan kalau yang dijadikan ukuran adalah
usia manusia, maka tinggal menunggu saja hari-hari terakhir. Apakah HMI juga
akan mengalami nasib yang sama?. Yang bisa menjawab adalah orang-orang muda
yang ada di HMI sendiri. Bukan dengan sekedar mengatakan ya atau tidak, akan
tetapi harus dengan tindakan-tindakan konkret yang akan dijadikan sebagai
ukuran oleh publik berkaitan dengan eksistensi HMI.
Dalam sepuluh tahun terakhir ini
terlihat tanda-tanda degradasi yang cukup serius dalam tubuh HMI. Degradasi ini
terjadi disegala hal yang dulu menjadi ciri khas HMI sehingga secara kasar
dapat dikatakan, saat ini HMI sedang mengalami multi krisis.
Pertama,
krisis intelektual. Iklim intelektualisme yang dulu menjadi ciri khas HMI
perlahan-lahan mengalami penyurutan. Ini disebabkan, orientasi struktural yang
begitu kental di dalam tubuh organisasi yang didirikan oleh Lafran Pane (Prof.
Dr. Alm) tahun 1947 ini. Orientasi yang oleh Jalaluddin Rahmat disebut dengan “need
for power” yang tidak hanya muncul setelah mereka menjadi alumni HMI ini
telah menyebabkan konflik internal yang tidak kondusif bagi penciptaan iklim
intelektual.
Ditambah
lagi, kader-kader yang mempunyai basis intelektual yang biasanya bersikap
apolitis terdepak dari struktur kepengurusan HMI. Bukan berarti HMI benar-benar
mandul, akan tetapi ini menyebabkan HMI kesulitan untuk melahirkan
gagasan-gagasan segar yang muncul dari pisau rasionalitas yang tajam dari
kader-kadernya. Akibatnya jelas sangat nampak secara institusional, HMI hanya
sibuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri. Kurang lebih tiga puluh tahun
pasca pemikiran-pemikiran ideologis yang muncul dari Ahmad Wahib, Djohan
Effendy, Dawam Raharjo dan Nur Chalish Madjid, HMI tidak lagi melahirkan
pemikir-pemikir yang sekaliber mereka.
Kedua,
krisis spiritual. Pemikiran-pemikiran ideologis yang dilontarkan oleh
senior-senior HMI di atas ternyata dipahami oleh sebagian besar kader HMI secara
distortif sehingga menyebabkan mereka menjadi kader-kader karbitan yang
mengabaikan aspek spiritual. Krisis spiritual ini secara bersamaan membuat HMI
mengalami krisis identitas. Inilah yang menyebabkan HMI kini mulai ditinggalkan
oleh mahasiswa terutama diperguruan tinggi umum yang kebanyakan kebutuhan
mereka pada pengalaman spiritual sangat tinggi untuk mengimbangi gencarnya arus
modernisasi.
Krisis
ini akan berdampak sangat besar bagi moralitas kader-kader HMI. Ini sangat
logis karena spiritualitas mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
moralitas. Sehingga krisis spiritualitas akan menyebabkan pula terjadinya
krisis moralitas.
Ketiga,
krisis militansi. Akhir-akhir ini militansi kader HMI juga mengalami krisis
yang cukup serius. Memang turunnya nuansa militansi kader HMI masih interpretable.
Akan tetapi yang nampak secara sekilas, dalam memberikan respons terhadap
kondisi sosial, secara kuantitas HMI tidak seperti dulu dengan jumlah massa
kader yang turun sangat besar. Ini disebabkan HMI terlalu lama dimanjakan oleh
kondisi yang pernah menguntungkan HMI. Di masa Orde Baru, diakui atau tidak HMI
berada di atas angin. Pada saat ini training-training HMI banyak dilakukan di
gedung-gedung mewah sehingga kader yang tercetak adalah kader-kader manja tadi.
Efek
yang muncul dari kondisi ini adalah tercetaknya kader-kader yang bersikap
elitis sehingga tidak mempunyai kepedulian terhadap masyarakat bawah dan lebih
sibuk mengurusi persoalan-persoalan elite. Peran HMI dalam pengentasan
kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat sekarang ini tidak pernah kita dengan
sama sekali. Padahal dulu, HMI pernah berjuang bahu-membahu dan menyatu dengan
rakyat. Akan tetapi mungkin HMI telah melupakan sejarah itu. Padahal justru
itulah yang menyebabkan HMI menjadi besar.
Keempat,
krisis kader. Secara kuantitas, kalau dibandingkan dengan rasio jumlah
mahasiswa sekarang, HMI mengalami penurunan secara drastis. Dulu HMI dapat
dikatakan sangat besar karena HMI adalah satu-satunya organisasi kemahasiswaan
Islam. Akan tetapi sekarang banyak muncul organisasi kemahasiswaan yang membawa
sentimen keislaman. Akan tetapi celakanya organisasi-organisasi kemahasiswaan
yang baru muncul itu lebih menarik mahasiswa sekarang. Akibatnya in put
HMI secara kuantitas berkurang cukup drastis. Ini akan berimbas pada out put
HMI secara kualitas. Dikatakan demikian karena yang disaring oleh HMI tidak
lagi sebanyak dulu. Ini kalau menggunakan logika semakin banyak yang disaring,
maka akan semakin banyak yang nyangkut di saringan.
Hal
ini disebabkan HMI tidak mampu memberikan wadah penyaluran kader yang sangat
banyak masuk setiap tahunnya dengan pluralitas latar belakang mereka. Dengan
demikian, banyak mahasiswa yang lebih memilih organisasi yang sejak awal sudah
sesuai dengan prinsip yang dipegang atau kultur awalnya.
1.2.
Rumusan
Masalah.
a.
Bagaimana HMI di
Tengah Gugatan Publik ?
b.
Apa Upaya HMI Dalam
Membangun Kualitas Kader ?
c.
Upaya Apa Yang
Dilakukan HMI Dalam Penguatan Militansi Ideologis Kader ?
d.
Bagaimana Aktualisasi
Dan Peran HMI Di Masa Mentang ?
1.3.
Tujuan.
a.
Upaya dalam membangun
kualitas kader
b.
Optimalisasi peran
kader HMI
c.
Memudahkan kader HMI untuk memahami peran satrategis HMI di masa mendatang.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
HMI
di Tengah Gugatan Publik.
Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) pada tanggal 5 Februari tahun ini genap berusia 55 tahun.
Dalam usianya yang setengah abad lebih itu, sangat wajar kalau HMI telah
menghasilkan kader-kader yang menggurita dan mengambil peran strategis di
hampir setiap --untuk tidak mengatakan seluruh-- lini kehidupan. Terlebih mengingat
sampai pada akhir tahun lima puluhan, HMI adalah organisasi kemahasiswaan Islam
satu-satunya. Sehingga mahasiswa Islam yang mempunyai interest dalam
perjuangan melalui organisasi kemahasiswaan Islam, dapat dipastikan akan
bergabung dengan HMI.
Akan
tetapi dalam usianya yang berkepala lima ini, HMI menuai banyak kritik bahkan
gugatan atau lebih kasar lagi adalah hujatan dari sebagian masyarakat (publik).
Sebagai sebuah contoh yang sederhana dan masih segar dalam ingatan kita adalah
ketika terjadi suasana dukung mendukung tokoh politik nasional beberapa waktu
lalu. Kepanjangan HMI yang seharusnya adalah “Himpunan Mahasiswa Islam”
diplesetkan menjadi “Himpunan Mahasiswa Iblis” dan beberapa kantor cabang di
Jawa Timur di bakar massa. Bahkan tak jarang HMI mendapatkan kritik-kritik
dengan ekspresi cukup sinis dari orang-orang yang dulu pernah berkiprah di
dalamnya karena melihat kondisi HMI yang sangat berbeda dengan ketika mereka
masih di dalamnya.
Walaupun
hujatan itu lebih terkesan karena luapan emosional sesaat, akan tetapi perlu
mendapatkan catatan tersendiri dari HMI untuk segera melakukan introspeksi. Hal
itu mutlak harus dilakukan HMI kalau HMI tidak ingin tercerabut dari akarnya
atau meranggas untuk kemudian mati.
Ada
beberapa hal yang saat ini menjadi sorotan publik dan harus segera mendapatkan
perhatian serius dari HMI. Pertama, stigma Orde Baru yang melekat kuat
pada HMI. Semua orang tahu bahwa HMI adalah pelopor dan pejuang kemunculan Orde
Baru. Walaupun memang, pada awalnya Orde Baru mempunyai artian dan konteks yang
positif, yaitu sebuah upaya untuk mengamalkan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Akan tetapi, orientasi tersebut pada perjalanan
selanjutnya melenceng jauh dari rel dan dianggap telah mengantarkan bangsa ini
ke dalam jurang kebangkrutan yang sampai saat ini belum juga teratasi.
Stigma
ini semakin kuat, karena pada masa Orde Baru terutama pada dekade terakhir
menjelang keruntuhannya, banyak kader HMI yang berada dalam lingkaran
kekuasaan. Memang tidak fair mensimplifikasikan HMI yang sedemikian
besar hanya dengan orang-orang yang berada dalam jaringan kekuasaan mengingat
jumlah anggota HMI yang sangat banyak. Akan tetapi, hal ini cukup bisa dipahami
karena di sanalah “sebagian sangat kecil” dari mantan-mantan aktivis HMI itu
melakukan “peranan yang sangat besar” dalam menentukan arah gerak bangsa ini
dengan policy yang ada di tangan mereka. Karena itu, HMI tidak boleh
menolak mentah-mentah kalau dikatakan sebagai anak kandung Orde Baru dan
seharusnya tetap melakukan refleksi dari gugatan-gugatan yang dialamatkan
kepadanya.
Kedua,
HMI cenderung elitis dan tidak merakyat. Pada masa-masa mudanya, HMI
benar-benar sebuah organisasi yang mempunyai semangat besar dalam
memperjuangkan rakyat kecil. Dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia
dari agresi Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia dan pada tahun 1965
ketika terjadi pengkhianatan oleh PKI misalnya, HMI berjuang dan bahu membahu
bersama rakyat. Akan tetapi, kekuasaan telah berhasil menggoda HMI dan membuat orientasi
kerakyatannya menjadi semakin menipis dan bahkan menghilang. HMI hanya sibuk
mengurusi persoalan-persoalan elite dan melupakan rakyat yang dulu pernah
bersama-sama dengannya. Jarang sekali HMI terlihat kepeduliannya dalam upaya
memberdayakan masyarakat.
Ketiga,
format perkaderan HMI mengalami stagnasi yang sangat serius. Dari dulu sampai
sekarang format perkaderan HMI tidak ada perubahan signifikan. Pada tahun enam
puluhan format perkaderan atau training-training di HMI mungkin adalah yang the
best of the best. Akan tetapi ketika perubahan yang terjadi selama sekian
puluh tahun terjadi sedemikian gencar, HMI nampak tergagap-gagap karena sudah
jauh ketinggalan dengan pola-pola training yang digunakan oleh LSM-LSM baru
yang sudah mengambil spesialisasi dan mengelolanya secara lebih proseional.
Apabila disejajarkan dengan LSM-LSM baru tersebut, HMI terkesan tidak bisa
berbuat apa-apa menghadapi realitas sosial yang terjadi sekarang ini. Karena
itu format perkaderan yang hanya cocok diterapkan pada tahun enam puluhan itu
harus segera dirubah dengan mencari pola baru yang lebih sesuai dan dibutuhkan
saat ini.
Keempat,
HMI tidak mampu memenuhi student needs. Banyak mahasiswa baru yang
mengenal nama HMI dari buku-buku sejarah, berharap banyak bahwa dia akan
mendapatkan sesuatu dari HMI terutama berkaitan dengan spesialisasi yang
diambilnya. Akan tetapi ternyata mereka harus kecewa karena HMI tidak mampu
memberikan apa yang mereka harapkan itu.
Kelima,
HMI kehilangan cirinya sebagai organisasi kader intelektual. Ini disebabkan
oleh budaya yang mengarah kepada pembangunan kognitif kader yang secara lambat
tapi pasti selalu mengalami degradasi yang cukup drastis. Mereka hanya
disibukkan dengan rutinitas organisasi atau bahkan lebih parah lagi disibukkan
oleh konflik internal organisasi yang kontraproduktif dan hanya buang-buang
energi saja. Di tambah lagi, HMI terlalu bangga mempunyai tokoh-tokoh
intelektual masa lalu sekaliber Nur Chalis Madjid, Djohan Efendi, Dawam
Raharjo, Azumardy Azra dan beberapa cendekiawam muslim yang nota benenya
pernah berproses di HMI kemudian melupakan bahwa di masa depan HMI harus juga
menyiapkan kader-kader mumpuni seperti mereka karena orang-orang yang
dibanggakan tersebut toh adalah manusia biasa yang sewaktu-waktu bisa meninggalkan
dunia ini.
Keenam,
HMI kering spiritual. HMI memang adalah sebuah organisasi yang tidak pernah
mendoktrin anggotanya untuk memahami agama secara monolitik dan menajarkan
mereka untuk berfikir dekonstruktif untuk mengarahkan kader pada sikap inklusif.
Ini adalah sesuatu yang positif. Akan tetapi ide-ide dekonstruktif itu kemudian
menyebabkan mereka menjadi kehilangan identitas yang mengarah kepada keringnya
spiritualitas anggota HMI. Inilah yang menyebabkan HMI tidak begitu diminati
oleh mahasiswa di perguruan tinggi umum yang sangat membutuhkan spiritualitas
sebagai penyeimbang terhadap teori-teori modern yang mengarah pada relatifitas
nilai sehingga membuat mereka kebingungan. HMI juga nampak tidak mau lagi untuk
mengurusi mahasiswa yang baru tertarik untuk memahami Islam sehingga mereka
kemudian lebih memilih organisasi yang lain.
2.2.
Membangun
Kualitas Kader.
Urgensi
pembangunan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia merupakan sebuah
keniscayaan dalam konteks pembangunan nasional. Sebab, hanya dengan sumber daya
manusia yang unggul komitmen pembangunan dapat dilaksanakan sehingga membuahkan
hasil yang maksimal. Hal inilah yang mutlak dikedepankan mengingat adanya
sebagian 'prestasi' miring bangsa ini.
Faktor
inovasi dan kreativitas SDM berkontribusi sebesar 45% dalam keunggulan sebuah
negara, demikian hasil survey Bank Dunia. Berturut-turut berikutnya adalah
networking 25%, teknologi 20%, dan sumber daya alam (SDA) hanya 10%. Sehingga,
kini tidak zamannya lagi mempunyai SDA yang besar tanpa adanya faktor SDM yang
unggul. Sebab, hal itu sangat minim kontribusinya dalam peningkatan daya
keunggulan suatu negara. Yang diperlukan kualitas SDM. Atas dasar realitas
tersebut, sejak dini Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang dilahirkan pada tahun
1947 di Yogyakarta telah menggagas urgensitas 'terwujudnya Insan Cita' yang
dikontribusikan untuk pembangunan nasional. Dengan keterwujudan ini, maka
kualitas bangsa akan semakin meningkat. Hal inilah yang harus selalu menjadi
bagian terdepan dalam pembangunan SDM.
2.2.1.Menegaskan
OrganisasiPerkaderan.
Menyimak kondisi yang sedemikian, HMI
harus tetap mengambil peran sebagai organisasi perkaderan. Sebagai organisasi
yang memfungsikan diri sebagai organisasi kader, maka setiap gerak langkah
organisasi harus dilaksanakan dalam rangka memberdayakan para anggotanya yang
secara implisit menjadi bagian yang harus dikader. Untuk menegaskan pemahaman
kader HMI, diperlukan eksplanasi internal organisasi yang mendalam. Secara
simultan organisasi bertanggung jawab terhadap pemahaman kepada para anggota.
Dengan demikian, secara fungsional-organsisasi, orang yang dipercaya sebagai
pengurus dalam level manapun (komisariat, korkom, cabang, badko, maupun
pengurus besar) harus dapat memainkan peran ini.
Hal ini mendasari bahwa setiap kader
HMI harus merasakan dirinya sebagai bagian dari kader HMI secara khusus, dan
kader bangsa Indonesia secara umum. Hal ini harus menjadi kesadaran kolektif
seluruh aktivis HMI. Kesadaran inilah yang dapat membuat nilai plus bagi diri
kader HMI, ansich. Sebab, HMI juga tidak pernah memaksakan anggotanya untuk
berproses. Hanya kesadaran dan panggilan intelektual seseorang kader harus
berproses dalam menggeluti realitas sosial di tengah masyarakat. Dengan begitu,
perkaderan dimulai dari dalam diri sendiri. Sebab, siapa pun tidak dapat
mengubah diri pribadi tanpa ada kemauan dan kesadaran pribadi yang
bersangkutan. Inilah yang tetap menjadi fondasi, dan harus dipahami ketika
seseorang tertarik untuk bergabung dalam gerbong panjang peretas sejarah yang
bernama HMI. Tanpa kesadaran seperti ini, HMI tidak akan banyak membantu
individu untuk menjadi kader bangsa yang mempunyai nilai plus.
2.2.2.Implikasi
Organisasi Perkaderan.
Sebagai kader HMI, harus peduli
terhadap nilai-nilai intelektual yang dapat mengkristal dalam dirinya untuk
peningkatan kualitas dirinya. Penajaman nilai-nilai intelektual merupakan
bagian terdepan yang harus dilakukan secara bersamaan dengan kemajuan akademik
di bangku perkuliahan. Sebab, ada satu-dua kader yang secara intelektual dapat
dikategorikan lebih di atas rata-rata tetapi tidak tuntas dalam perkuliahan.
Hal itu ada dan dialami oleh mahasiswa pada berbagai organisasi; tidak menutup
kemungkinan juga dari kader HMI. Realitas yang sedemikian tervirtualisasi
dengan nyata. Dan hal ini merupakan sebuah tragedi intelektual. Sebab, jika
hanya mengikuti bangku perkuliahan, dengan kapasitas intelektual yang standar,
seseorang dimungkinkan dapat menyelesaikan perkuliahannya. Tetapi realitasnya
tidak demikian.
Sebagian di antara mereka tidak selesai perkuliahannya. Hal ini menjadi pelajaran yang berharga bagi seluruh kader bangsa, tidak hanya kader HMI. Sejalan dengan itu, sebagai organisasi kader, HMI juga bertanggung jawab terhadap kematangan sosial anggotanya. Hal ini mengharuskan kader HMI tidak hanya semata-mata tertuju pada bangku perkuliahannya. Tetapi harus mempunyai kepekaan yang luwes terhadap fenomena sosial. Sebab, fenomena dan fakta sosial juga dapat memberi bahan masukan (baca : bahan pelajaran) yang berharga dalam peningkatan kualitas SDM. Hal inilah yang diperlukan dalam memberdayakan kualitas kader.
Sebagian di antara mereka tidak selesai perkuliahannya. Hal ini menjadi pelajaran yang berharga bagi seluruh kader bangsa, tidak hanya kader HMI. Sejalan dengan itu, sebagai organisasi kader, HMI juga bertanggung jawab terhadap kematangan sosial anggotanya. Hal ini mengharuskan kader HMI tidak hanya semata-mata tertuju pada bangku perkuliahannya. Tetapi harus mempunyai kepekaan yang luwes terhadap fenomena sosial. Sebab, fenomena dan fakta sosial juga dapat memberi bahan masukan (baca : bahan pelajaran) yang berharga dalam peningkatan kualitas SDM. Hal inilah yang diperlukan dalam memberdayakan kualitas kader.
2.2.3.Pembinaan
Internalisasi Organisasi.
Kebesaran sebuah organisasi dimulai
dari kesadaran seluruh anggotanya secara internal. Kesadaran untuk membesarkan
organisasinya menjadi energi yang pertama dan utama yang harus dimiliki seluruh
anggota. Sehingga, adalah sangat mustahil untuk membesarkan organisasi jika
kesadaran anggota sangat minim. Pembinaan internalisasi organisasi yang
dilakukan merupakan bagian terdepan yang menjadi perhatian penting. Pembinaan
yang dilakuan berdasarkan pada konstitusi organisasi yang bersangkutan.
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Pedoman Pokok Organisasi, dan Pedoman
Perkaderan HMI merupakan sebagian kecil panduan yang menjadi rambu acuan
organisasi. Hanya dengan tetap berpegang teguh dan mengimplementasikannya, roda
organisasi dapat berjalan dengan baik, lancar, dan berkesinambungan. Itulah
yang semestinya dilaksanakan seluruh aktivis HMI.
Sejalan dengan perkembangan terkini,
menjelang Pilgubsu pada 16 April 2008 HMI juga harus dapat memainkan.
Diperlukan sikap positif dalam rangkaian menyukseskan pesta politik yang khas
Sumatera Utara. Dengan dihadapkan pada pilihan yang ada, para calon
Gubsu/Cawagubsu, HMI harus dapat menentukan sikap. Untuk dukung-mendukung pada
salah satu pasangan Gubsu/Cawagubsu adalah bentuk pelanggaran etika intelektual
keorganisasian. Hal itu sangat dilarang secara etika organisasi. Sebab, HMI
tidak membenarkan untuk berada pada blok-blok tertentu. HMI milik umat, bangsa,
dan negara. Dengan begitu, kepentingannya juga dalam rangka kepentingan umat,
bangsa, dan negara. Ketika umat tersebut termanifestasi dalam bentuk yang
sangat jamak, maka HMI tidak boleh masuk ke dalam wilayah tersebut. Jika hal
itu dilakukan, maka kader HMI telah melukai bahagian umat yang lain. Sangat
tidak diharapkan yang sedemikian.
2.2.4.Konsolidasi
Internal dan Eksternal Organisasi.
Setelah perbaikan sistem perkaderan
maka hal lain yang juga penting adalah konsolidasi. Konsolidasi sangat
diperlukan untuk mensinergikan seluruh potensi yang dimiliki. Pada
prinsipnya tugas pokok organisasi ada dua yaitu pertama mengumpulkan
kekuatan dan yang kedua menggunakan kekuatan itu sendiri.
Untuk mengumpulkan kekuatan tersebut
ada lima cara yang harus diupayakan oleh sebuah organisasi :
1.
Memelihara dan
menciptakan sumber potensi
2.
Mengolah sumber
potensi menjadi potensi
3.
Mengolah potensi
menjadi kekuatan
4.
Memelihara dan
mempertinggi kualitas kekuatan
5.
Menyediakan kekuatan
setiap waktu diperlukan organisasi, sehingga mejadi kekuatan yang siap pakai
Berdasarkan
sejarah HMI, kelima hal tersebut sudah penah dilakukan dan terus berulang
kembali sehingga menemukan titik kesempurnaan nantinya. Namun sayangnya, kelima
hal tersebut semakin lama semakin tidak dapat dipenuhi. Jika pun terpenuhi
mungkin hanya untuk para orang saja dan tidak bisa dilembagakan.
Oleh
sebab itu, perlu adanya evaluasi yang mendalam. Salah satu bentuk evaluasi yang
bagus adalah melaksanakan konsolidasi secara nasional. Organisasi HMI merupakan
organisasi yang besar, sehingga untuk menanganinya harus dilakukan secara
bersama dan bukan hanya dilakukan oleh beberapa orang saja. Konsolidasi dapat
memberikan efek positif yang antara lain :
1.
Komunikasi yang
lancar
ü Kinerja
organisasi tidak bermanfaat pada tahap realisasi jika komunikasi tersumbat.
Komunikasi merupakan untur yang penting dalam membangun kesolidan antara sesama
pengurus dan antara pengurus dengan pengurus cabang yang lain se – Indonesia.
Sehebat apapun pengurusnya jika kemampuan untuk membangun komunikasi tidak
mendapat perhatian maka jadilah progaram kerja itu hanya di konsumsi oleh
pengurus saja. Sehingga manfaat program kerja yang baik itu tidak sampai kepada
para anggota lainnya.
ü Dengan
komunikasi organisasi akan dapat menempatkan HMI sebagai wadah dalam mewujudkan
perubahan yang dicita-citakan HMI itu sendiri. Keuntungan lainnya, dengan
komunikasi organisasi yang baik, akan melahirkan jejaring simpul yang akan
bermanfaat nantinya bila saatnya akan diperlukan.
2.
Solidarity Making
Konsolidai
yang efektif akan menimbulkan perasaan kekuatan bersama. Kesepahaman dalam
menjalankan organisasi mencegah dari konflik yang berkepanjangan. Karena
konsolidasi (jejaring) yang dibangun akan merupakan kekuatan yang tersembunyi.
pada saatnya nanti, akan ada momentum yang membuka peluang untuk bergabungnya
antar ekstra organisasi.
3.
Memberikan Kemudahan
dalam Instruksi Organisasi
HMI
merupakan organisasi yang memiliki hirarki struktural organisasi yang dimulai
dari paling tinggi ke yang rendah yaitu PB HMI, Badko, Cabang, hingga
Komisariat. Struktural organisasi yang rapi dan terkordinasi akan sangat mudah
untuk di mobilisasi terutama untuk menjalankan kebijakan program dari Pengurus
Pusat yang dalam hal ini PB HMI. Dengan konsolidasi yang baik akan menyebabkan
instruksi-instruksi yang diberikan akan bisa dipahami dan dilaksanakan oleh
anggota.
4.
Memeperkuat Basis
Massa
Siapapun
tidak bisa menyangkalnya bahwa kekuatan riil di HMI adalah ditingkat
komisariat. Peran penting dari kesolidan yang dibangun oleh pengurus ditingkat
cabang, Badko dan PB HMI sangat diperlukan untuk membentuk sebuah basis massa
yang riil dan bisa dimanfaatkan untuk tujuan ke-ummatan. HMI merupakan
organisasi kader yang membutuhkan lingkungan yang progresif dan simultan dalam
beraktivitas. Memberikan ruang yang cukup untuk beraktualisasi di HMI akan
meningkatkan rasa persaudaran sesama kader. Sehingga akan membentuk basis massa
yang siap untuk berkarya sebagai Insan Cita Akademis.
2.2.5.Penyebaran
Kader di Kampus
Hal
yang terlupakan bagi anggota, aktivis, kader HMI sekarang ini adalah bahwa
kampus tidak menjadi basis gerakan dalam melakukan perubahan di tengah-tengah
masyarakat. Salah satu unsur dari HMI yang merupakan elan vitalnya HMI yakni
Mahasiswa. Mahasiswa diidentikkan dengan kampus. Selama kampus hanya menjadi
lahan garapan organisasi lain, selama itu juga HMI akan ditinggalkan oleh
Mahasiswa . HMI sudah tidak menarik lagi bagi mahasiswa. Disinilah perlu
dipikirkan kenapa hal ini bisa terjadi?
Sekarang
ini, hampir diseluruh Indonesia, kekuatan kampus baik dari segi struktural
kampus dan juga basis massa yang solid sudah dimiliki oleh organisasi lain non
HMI. Efek dari perubahan ini, setiap pelaksanaan kegiatan yang berbau HMI sudah
tidak menjadi penting bagi mahasiswa dan juga masyarakat luas.
Penyebaran
kader HMI di Kampus apalagi di dalam struktural kampus yang strategis merupakan
strategi organisasi dalam melakukan pengembangan organisasi yang terorganisir
dengan basis massa yang riil. Tetapi harus ada kesepakatan diantara para
aktivis HMI bahwa yang berhak menduduki pucuk pimpinan startegis di kampus
harus tetap berlandaskan nilai-nilai yang baik dan benar. Sehingga pada saat
santinya pemimpin yang diajukan tidak membawa keburukan bagi HMI sendiri.
2.3.
Penguatan
Militansi Ideologis Kader
.
2.4.
Aktualisasi
Dan Peran HMI Di Masa Mentang
2.4.1.Aktualisasi Peran HMI.
Kehadiran dan
keberadaan HMI, selain berfungsi sebagai organisasi kader, juga berperan
sebagai organisasi perjuangan yang dengan kesungguhan berjuang untuk melakukan
perubahan terhadap segala tatanan yang tidak memenuhi tuntunan kontemporer,
sehingga tercipta suasana baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Maka
sepanjang keberadaan HMI, tugasnya adalah untuk melakukan perombakan,
perubahan, perbaikan, penyempurnaan terhadap segala sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat kearah yang lebih baik dan sempurna dalam kehidupan
beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk melakukan tugas-tugas
mulia dan luhur itulah diperlukan kerja yang terorganisir, sistematis, tekun,
kerja keras sungguh-sungguh dengan niat ikhlas dengan semangat militansi yang
tinggi.
Secara
kualitatif, kader memiliki mutu, kesanggupan bekerja dan berkorban yang lebih
besar dari pada anggota biasa. Dalam pemantapan kekaderan HMI ditambah suatu
kenyataan bangsa indonesia sangat kekurangan akan tenaga intelektual yang memiliki
keseimbangan hidup yang padu antara pemenuhan tugas dunia dan ukhrawi, ilmu dan
iman, individu dan masyarakat, serta tuntutan akan peranan kaum intelektual
yang kian besar dimassa mendatang, dalam peran dan fungsinya HMI sebagai
organisasi kader harus mampu mengkader mahasiswa yang tidak krisis integritas
serta pribadi yang tangguh tidak terjebak dalam jaman era medernisasi. Dengan
begitu kader HMI mampu melawan semuanya dengan keyakinan dan keimanan yang
mantap yang menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas ilmu dan iman yang
melaksanakan tugas-tugas kerja manusia yang akan menjamin adanya suatu
kehidupan yang sejahtera material dan spiritual adil makmur serta bahagia.
Karena itu, hari depan HMI luas dan gemilang sesuai dengan peran dan fungsinya
dimasa kini dan mendatang, menuntut kita pada masa kini untuk benar-benar
mempersiapkan diri dalam menyongsong hari depan HMI yang gemilang.
2.4.2. Peran strategis bagi HMI di masa
mendatang.
Dalam upaya
membangun dan menyiapkan sumber daya manusia berkualitas, terutama dalam
menghadapi abad ke-21 ini, perguruan tinggi mempunyai perananyang amat
strategis. Berarti peran dari segenap sivitas akademika, dan berarti pula
paramahasiswanya. Dengan demikian, peran dan kiprah HMI akan senantiasa relevan
di masa depan bila ia memusatkan perhatian pada upaya membangun sumber daya
manusia berkualitas, yang dibutuhkan dalam pembangunan di abad ke-21. Dalam
perspektif demikian, ada beberapa harapansaya terhadap HMI dan perannya di masa
depan.
1. Memperkuat
Basis Komunitas Intelektual
Peran strategis
HMI yang diharapkan adalah sebagai wahana pembinaan mahasiswa, yang bertujuan
untuk melahirkan sumber daya manusia yang andal dan memiliki keunggulan. HMI
diharapkan akan memberi perhatian lebih besar terhadap upaya membangun basis
kelompok terdidik dan terpelajar, yang menjadi cikal bakal lahirnya sumber daya
manusia berkualitas, andal, dan memiliki keunggulan. Kelompok ini dapat disebut
sebagai komunitas intelektual, yang merupakan soko guru kelompok elite
strategis suatu bangsa. Dalam kurun waktu yang relatif lama, HMI telah berhasil
membangun tradisi intelektual yang amat baik. Tradisi ini harus dilanjutkan dan
ditingkatkan lagi di masadepan. HMI harus merupakan wahana bagi para mahasiswa
untuk mengaktualisasikan potensi intelektual mereka, agar bisa berkembang
dengan baik. HMI harus membuat dirinya menjadi wadah agar potensi tersebut bisa
berkembang secara optimal dalam sebuah lingkungan sosial yang kondusif. Sebagai
organisasi kemahasiswaan, HMI diharapkan menjadi wadah dan tempat pembelajaran
di luar kurikulum akademik perguruan tinggi, yang memungkinkan mahasiswa
mengembangkan aktivitasnya secara kreatif dan inovatif.
Sebagai institusi pembelajaran di luar kurikulum akademik perguruan tinggi, HMI dapat memberi kontribusi yang besar terhadap proses pematangan mahasiswa sebagai kelompok masyarakat terpelajar. Dengan membangun manusia-manusia terdidik melalui proses pembelajaran, pemupukan potensi intelektual dan kepemimpinan, serta penguatan kapasitas belajar secara kontinum, diharapkan HMI bisa turut melahirkan manusia-manusia unggul masa depan. Yaitu manusia-manusia yang cerdas, terampil, memiliki etos kerja tinggi, semangat dan daya juang (fighting spirit) yang bergelora, sehingga siap menyongsong kehidupan global yang sangat kompetitif itu.
Sebagai institusi pembelajaran di luar kurikulum akademik perguruan tinggi, HMI dapat memberi kontribusi yang besar terhadap proses pematangan mahasiswa sebagai kelompok masyarakat terpelajar. Dengan membangun manusia-manusia terdidik melalui proses pembelajaran, pemupukan potensi intelektual dan kepemimpinan, serta penguatan kapasitas belajar secara kontinum, diharapkan HMI bisa turut melahirkan manusia-manusia unggul masa depan. Yaitu manusia-manusia yang cerdas, terampil, memiliki etos kerja tinggi, semangat dan daya juang (fighting spirit) yang bergelora, sehingga siap menyongsong kehidupan global yang sangat kompetitif itu.
2. Mengembangkan
dan Menguasai Iptek.
HMI sebagai
organisasi para kader pembangunan yang Islami dan berwawasan kebangsaan,
diharapkan akan terus berusaha mengapresiasi secara kreatif dan inovatif
berbagai gejala dan kencenderungan yang dilahirkan oleh kemajuan iptek. HMI
harus dapat merespons dengan tepat tuntutan eksternal yang tidak bisa
dielakkan, yaitu perkembangan global yang didominasi oleh peranan iptek secara
amat kuat. Sebagai organisasi kemasyarakatan pemuda, dan sebagai bagian dari komunitas
perguruan tinggi, HMI harus memelopori pengembangan budaya iptek di kalangan
masyarakat.
3. Memperkukuh
Wawasan Kebangsaan.
HMI juga
dituntut untuk senantiasa meneguhkan dan memantapkan wawasan kebangsaan di
kalangan anggotanya. Identitas Islam di dalam HMI hendaknya merefleksikan
semangat dan kesadaran bahwa HMI merupakan bagian yang terintegrasi dalam
masyarakat Indonesia. Dengan demikian, HMI dituntut untuk bisa melakukan
sintesa harmonis antara wawasan keislaman dan wawasan kebangsaan. Islam merupakan
semangat pergerakan di dalam tubuh HMI, sedangkan wawasan kebangsaan haruslah
menjadi basis HMI dalam melakukan pergerakan itu. Meneguhkan dan memantapkan
wawasan kebangsaan ini bukan hanya berdimensi internal, melainkan juga
berdimensi eksternal yakni untuk mengantisipasi gelombang globalisasi pada abad
ke-21 nanti. Peneguhan dan pemantapan wawasan kebangsaan ini, selain untuk
menghadapi tantangan globalisasi, juga agar keutuhan kita sebagai bangsa tetap
terpelihara dan terjaga dengan baik. Meneguhkan dan memantapkan wawasan
kebangsaan dalam era globalisasi ini sungguh penting, karena ada potensi
nilai-nilai kebangsaan terdesak karena menguatnya nilainilai universal. HMI
dapat berperan besar dalam usaha kita untuk terus menerus memupuk dan
memperkukuh wawasan kebangsaan dalam masyarakat Indonesia yang sangat majemuk
itu.
4. Memperkuat
Basis Kepemimpinan.
Sebagai
organisasi mahasiswa, HMI merupakan lembaga strategis wadah pembentukan
kepemimpinan. Bangsa kita membutuhkan pemimpin-pemimpin yang tangguh dan memiliki
visi yang jelas tentang pembangunan nasional dan masa depannya. Kepemimpinan
yang tangguh dan bervisi itu tidak bisa lahir secara tiba-tiba, tetapi harus
melalui suatu proses; ada masa penempaan, penggodogan, dan pengujian, baik
ketika masih menjadi mahasiswa maupun sesudah terjun ke masyarakat. HMI yang
telah terbukti merupakan wadah kelahiran pemimpin-pemimpin di masa lalu,
diharapkan dapat terus menjadi kancah dan medan penempaan, penggodogan, dan
pengujian bagi calon-calon pemimpin bangsa di masa depan yang kualitasnya
sesuai untuk menghadapi tantangan masa depan, yang tidak sama dengan masa
lampau atau masa kini.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN PENUTUP
3.1. Kesimpulan.
Hujatan-hujatan
terhadap HMI terkesan karena luapan emosional sesaat, akan tetapi perlu
mendapatkan catatan tersendiri dari HMI untuk segera melakukan introspeksi. Hal
itu mutlak harus dilakukan HMI kalau HMI tidak ingin tercerabut dari akarnya
atau meranggas untuk kemudian mati.
Ada
beberapa hal yang saat ini menjadi sorotan publik dan harus segera mendapatkan
perhatian serius dari HMI.
Pertama,
stigma Orde Baru yang melekat kuat pada HMI.
Kedua,
HMI cenderung elitis dan tidak merakyat.
Ketiga,
format perkaderan HMI mengalami stagnasi yang sangat serius.
Keempat,
HMI tidak mampu memenuhi student needs.
Kelima,
HMI kehilangan cirinya sebagai organisasi kader intelektual.
Keenam,
HMI kering spiritual.
Dari beberapa sorotan public terhadap
HMI tersebut, sudah tentu HMI harus melakukan introspeksi diri guna mendapatkan proyeksi yang lebih mapan. Tentu
d
3.2. Penutup.
Kiranya
hanya dengan kesadaran untuk meningkatkan kualitas kader HMI, maka HMI akan
dapat mengambil peran positif dalam pembangunan nasional. Hal ini harus menjadi
bagian yang terdepan untuk dilakukan. Tanpa kesadaran dan iktikad untuk berbuat
baik, maka HMI hanya menjadi beban bagi pembangunan nasional. Jika itu terjadi,
sungguh menjadi petaka yang besar bagi cemerlangnya cahaya HMI pada dekade yang
lalu. Terlepas dari plus-minus HMI secara organisasi, yang terpenting adalah
bagaiman kader HMI dapat meningkatkan kualitas dirinya secara perorangan. Hanya
itulah yang dapat mengangkat harkat dan martabat HMI. Sehingga HMI tetap
menjadi agen pembaharuan bangsa yang tetap dirindukan umat, bangsa, dan negara.
Saya sebagai penyusun dalam makalah ini sangat menyadari
akan kekurangan dalam penyusunan, maka besar harapan saya kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi penyempurnaan makalah ini dikemudian hari, sesuai
harapan kita bersama.
Yakin Usaha Sampai !
DAFTAR
PUSTAKA
LAPMI PB HMI. “Menemukan Kembali
Himpunan Mahasiswa Islam”. Adaide. Jakarta:2008
Sitompul Agussalim. “Sejarah
Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam (1947-1975)”. Cv Misaka Gazali.
Jakarta:2008
Madjid Nurcholish. “Kehampaan
Spiritual Masyarakat Modern”. Media Cita. Jakarta:2000
Gardner Howard. “Lima Jenis Pikiran
Yang Penting di Masa Depa”. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta:2007
Irfan Mohammad. “Membangun Visi Baru
Bernegara”. Fariz Putra Perdana. Jakarta:2000
Hanafi,A, M.A. “Pengantar Teologi
Islam”. PT. Pustaka Al Husna Baru. Jakarta:2003
Shihab M. Quraish. “Membumikan
Al-Quran”. Mizan. Bandung:1994
Armstrong Thomas. “Menemukan Dan
Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligence”. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta:2005
Sitompul Agussalim. “Refleksi 63
Tahun Perjuangan HMI : Mendiagnosa Lima Zaman Perjalanan HMI”. HMI Cabang
Malang:2010
Castur Selamet. “NDP-HMI Dan Problem
Transformasi Islam Keindonesiaan”. HMI Cabang Malang:2010